Monday, 24 March 2014

MA Al-Anwar dan Pusat Peradabanya

MA Al-Anwar dan Pusat Peradabanya

Tahun 2009 adalah tahun pertama saya merasakan menjadi seorang santri, ada rasa sedih memang, saya memang bukan kategori seorang pemberani, “ baru tiga hari, dan saya harus bertahan disini selama 3 tahun???” ya, kalimat ini selalu terucap dalam hati, tanpa saya perintah. Saya sendiri sampai sekarang hampir tidak percaya karena ternyata kuat berada di Sarang. Bahkan lebih dari 3 tahun.
Saya merasa sangat beruntung karena Allah telah menempatkan saya di sini, di tempat yang awalnya sangat membosankan, dan saya selalu merasa bukan disini tempat saya, ini negeri orang. Tanpa saya kira hal itu sekarang  malah berbalik, kini saya merasa disinilah tempat saya, sumber masa depan. Dan yang lebih memnyenangkan adalah saya bisa menjadi alumni MA al-Anwar, alhamdulillah J

**
“ jika terus berada pada zona aman maka kamu tidak akan pernah bisa merasakan panasnya aroma peperangan”.  Saya tidak pernah tahu apa itu masa depan, maksutnya tentang apa yang harus saya lakukan, hidup mati rasa, dalam arti singkatnya  yang saya tahu hanya bermain, makan jika lapar kalau sudah kenyang tidur. Hidup dirumah memang aman-aman saja, tidak pernah tahu bagaimana keadaan di luar. Jadi tidak punya tujuan yang greget. Dan beruntung sekali karena disini saya, dan mungkin teman-teman semua sudah merasakan sendiri, kita bisa menemukan landasan, untuk memulai terbang, setinggi kita mau. Dan tempat ini membuatkan kita pintu mata untuk mengantar kita pada zona peperangan, yang dahsyat, bukan hanya diam di rumah, menghadap televisi dengan ditemani secangkir kopi.
Ada banyak sekali hal positif yang dapat kita apresiai dan acungkan jempol untuk MA Al-Anwar, saya kagum, sangat kagum. Bagaimana sekolah ini mampu mempertahankan proporsi ilmu, bagaimana seorang murid diajarkan untuk menjadi penuntut ilmu, bukan penuntut angka, pendidikan kita ini sudah distandarkan, lalu munculah sebuah lisensi kelulusan mengenai selesainya seorang pelajar pada jenjang pendidikan tertentu, inilah metode yang sekarang digunakan. Namun sayang niat baik manusia modern ini kurang bisa berjalan mulus di Indonesia, pasalnya ilmu yang menjadi jati pencarian justru dilupakan dan yang dikejar hanya lisensinya semata, kebudayaan ini sungguh sangat menyakitkan. Lalu mau dibawa kemana lagi  pendidikan negeri ini ?? Kemudian dengan PD-nya MA Al-Anwar muncul, tanpa sedikitpun mengikuti kebudayaan diatas bahkan menepisnya dan tidak ikut-ikutan, ada banyak sekali kisah yang membuktikan hal ini, diantaranya adalah ketika kami mendekati masa UN kami diberi surat pernyataan untuk jujur dalam mengerjakan (sangat hebat dan berani ) belum cukup sampai disni, setelah ujian, saya dan teman-teman ketahuan kurang jujur dalam mengerjakan soal, kami ditegur dengan tegas “ apakah kalian tidak percaya dengan doa para masayikh?”. Sungguh luar biasa, betapa ilmu pengetahuan sangat dihargai, bukan menghargai lisensi. Boleh dibilang sekolah ini kembali pada tabiat majlis ilmu yang begitu ideal, dan karena keberadaanya di tengah-tengah keterbelakangan persepsi terhadap pengetahuan, maka sekolah ini layak disebut “PUSAT PERADABAN”

Kemudian, saya juga melihat bagaimana khidmah yang besar dari seorang santri, terutama para guru-guru di MA al-Anwar yang khidmahnya begitu besar. Jadi inilah yang membedakan antara santri dan siswa sekolahan biasa, mereka sudah tidak lagi mempercayai khidmah, padahal dari situlah sumber kesadaran dapat kita temukan, saya kira kita akan lebih mudah memahami jalur hidup lewat khidmah, terkadang kita menyadari dan mengetahui hal-hal berharga dengan tanpa kita sadari, lewat khidmah.
 Yang membuat saya mengangkat jempol kesekian kalinya adalah kedalam ilmu para masayekh dan asatidznya, sangat membuat saya heran. Nabi Bersabda :
“....انظروا إلى من هو أسفل منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

Hadits ini memang sering dimasukan dalam bab-bab syukur, kalau saya artikan “ rasa puas “, saya tidak sedang menjelaskan esensi dari hadits diatas atau bahkan sok mengetahuinya, tapi ingin menceritakan bahwa hadis ini sangat memotifasi saya, memberi saya teori agar tidak pernah puas dalam masalah pengetahuan, ketika kita melihat pada hal yang lebih tinggi maka akan muncul rasa iri, dan ketika meilhat pada yang lebih rendah maka akan ada kepuasan tersendiri, bagaimana jika teori ini kita terapkan pada hal yang positif??  kita terapkan dalam pengetahuan?? ya begitu. Saya melihat banyak sekali orang alim disini. Singkatnya silahkan renungkan sendiri.
Sekolah ini juga masih sangat peduli dengan ajaran dan norma-norma yang memang sudah seharusnya menjadi budaya kita, syariat islam. Diantaranya penjagaan antara siswa dan siswi disini sangat ketat, disatu sisi mungkin tidak menyamankan sebagian besar siswa-siswi tapi disisi lain malah membuat teman saya memuji hebat “ mungkin saya sudah menjadi ayah kalau sekolah diluar “.
**
MA Al-Anwar dan Pusat Peradabanya


Biaklah singkat cerita, sekolah yang sangat saya rindukan ini memberi saya pribadi dan mungkin seluruh orang yang telah terjun di dalamnya banyak pelajaran dan hikmah. jadi ucapan terimakasih dan syukur saja tidak akan cukup mewakili apa yang diberikan oleh MA Al-Anwar kepada kita semua, wujud terimakasih harus kita realisasikan dengan tindakan bukan cuma ucapan saja, saya jadi teringat dengan selogan pak Dahlan Iskan “ Bekerja! Bekerja! Bekerja “, sangat penuh semangat, manusia memang mampu berfikir, tapi sedikit yang memiliki ide cemerlang, dari sekian banyak ide cemerlang hanya sedikit yang mampu merealisasikan, bukan tidak mampu, tapi semangat perubahanya cenderung kurang, jadi saya ingin mengajak pembaca untuk menjadi golongan orang sedikit tersebut! Anda siap?! Mulailah dari diri kita sendiri.  jika hanya berfikir saja maka hanya rasa pusing yang kita dapat, bertindak ! segera ! fokus !. mari kita berterimakasih kepada MA Al-Anwar, kepada sekolah yang mengenalkan kita pada peradaban, berterimakasih bukan hanya dengan sekedar ucapan. Harumlah MA Al-Anwar.
  • Blogger Comments

0 comments:

Post a Comment

Top