Sunday, 2 March 2014

Mbah 'Athoillah, Sedan, Rembang.


Mbah 'Athoillah, Sedan, Rembang.

Waktu itu saya masih dituntun oleh Simbok, berjalan kaki melintasi sebuah jembatan bambu, sepertinya saya diajak ke sebuah rumah reot yang berisi orang orang yang jika disebut miskin tidak pantas, tetapi melihat kondisinya jauh daripada sebutan layak.

Di atas dipan besar yang tidak terpisah oleh dindingpun, saya melihat tiga remaja yang tergolek, pikiran kecilku menyimpulkan ketiga remaja itu sedang sakit.

Hari berlalu, bulan berganti dan tahunpun melaju, lama sekali saya tidak diajak oleh simbok datang lagi ke sana, siapa ketiga remaja kemaren dan bagaimana nasibnya, tidak terpikir olehku, bermain dengan teman teman lebih asyik bagiku, hingga tidak sempat lagi mengulang kenangan itu.

Hingga ketika remaja, aku dipindah sekolahkan ke sekolah yang katanya lebih maju, aku kembali berjumpa dengan sebuah rumah yang letaknya sama persis dengan yang dulu simbok mengajakku, namun dengan bentuk yang telah sedikit berubah, dan jembatan itu juga yang telah lebih nyaman untuk disebrangi kini.

Waktu itupun aku tidak tahu, sebenarnya siapa penghuni rumah yang begitu dalam meninggalkan kenangan dalam benakku, sering aku hampiri rumah itu dari jauh, sepi....... dan tak juga kutemukan siapa kepala rumah tangganya.

Siang itu akupun menunggu, seusai pelajaran, rasa penasaranku kian mendorongku untuk lebih lama menunggu, hingga seorang laki laki berperawakan kecil, kering dan kurus menuju pintu, aneh ia begitu menarik hatiku, aku merasakan getaran luar biasa ketika bertatapan mata dengannya.

Aku belum mengantongi sebuah nama hingga dalam jangka waktu yang agak lama, siapa ia?

Sebuah warkop di depan masjid siderojo yang dibangun oleh Mbah Ndoro Hamzah kemudian lambat laun memberikan jawabannya, Laki laki itu adalah anak macan yang kekuasaannya cukup luas mulai dari sedan sendiri hingga menembus batas kecamatan kragan, pamotan dan sale. sebelumnya aku tidak percaya jika beliau adalah putra gurunya bapakku, beliau itu yang ternyata adalah Kyai 'Athoillah bin Kyai Zawawi.

Sangat mengagumkan, bagaimana seorang kyai yang sangat disegani seluruh kyai sesedan itu bisa jagong santai di sebuah warung?

Bukan hanya itu, ternyata beliau bertipe penyayang anak anak, hal ini saya ketahui setelah saya ikut ngaji di langgarnya, beliau sapa duluan siapapun yang bertemu dengan beliau, selalu tersenyum, energik, bersahaja.

Hobi menjala ikan di sungai mungkin adalah warisan dari abahnya yang memang pada masanya beliau jadikan alat untuk berdakwah, pun begitu dengan Mbah Ngatho' ini, walaupun pengajiannya dihadiri oleh para santri seantero sedan, namun cara bermasyarakatnya yang supel, suka bercanda, suka ngopi justru tidak menjadikan beliau diremehkan masyarakat, malah sebaliknya, beliau dicintai, dihormati dan disegani seluruh lapisan masyarakat.

Pada zaman itu beliau adalah mufti tidak resmi di sedan, para kyai yang lain akan menunggu, tidak berani memutuskan masalah agama, hanya Mbah 'Atho' yang layak memutuskan dan jika beliau telah memutuskan, maka seluruh Kyai akan mengikutinya, para kyai benar benar tahu kedudukan ilmu Mbah 'Atho', tentu saja disamping beliau lahir dari seorang Kyai, Mbah Ndoro Hamzah adalah pengajar utama pada saat itu.

Bukan hanya mumpuni dibidang agama saja, yang terkenal beliau memiliki ilmu ilmu hikmah yang dizamannya sulit mencari tandingannya.

Mbah Kur adalah Guru Silat saya, beliau sangat mengakui kemampuan dan kesaktian Mbah 'Atho'

Dizaman mudanya, beliau suka bermain bal balan, tidak jarang ketika bertanding Mbah Ngato' mengeluarkan kesaktiannya, bola di tandu mletus, atau ketika adu tulang betis dengan mabah Kur, bunga bunga api akan berpijar.


Taka ada yang sanggup menandingi adu tulang betis dengan mbah ngatho kecuali mbah kur, yang berani mengadu tulang betis dengan beliau hampir dipastikan akan patah.
  • Blogger Comments

1 comments:

Top