Waktu
itu saya masih dituntun oleh Simbok, berjalan kaki melintasi sebuah jembatan
bambu, sepertinya saya diajak ke sebuah rumah reot yang berisi orang orang yang
jika disebut miskin tidak pantas, tetapi melihat kondisinya jauh daripada
sebutan layak.
Di
atas dipan besar yang tidak terpisah oleh dindingpun, saya melihat tiga remaja
yang tergolek, pikiran kecilku menyimpulkan ketiga remaja itu sedang sakit.
Hari
berlalu, bulan berganti dan tahunpun melaju, lama sekali saya tidak diajak oleh
simbok datang lagi ke sana, siapa ketiga remaja kemaren dan bagaimana nasibnya,
tidak terpikir olehku, bermain dengan teman teman lebih asyik bagiku, hingga
tidak sempat lagi mengulang kenangan itu.
Hingga
ketika remaja, aku dipindah sekolahkan ke sekolah yang katanya lebih maju, aku
kembali berjumpa dengan sebuah rumah yang letaknya sama persis dengan yang dulu
simbok mengajakku, namun dengan bentuk yang telah sedikit berubah, dan jembatan
itu juga yang telah lebih nyaman untuk disebrangi kini.
Waktu
itupun aku tidak tahu, sebenarnya siapa penghuni rumah yang begitu dalam
meninggalkan kenangan dalam benakku, sering aku hampiri rumah itu dari jauh,
sepi....... dan tak juga kutemukan siapa kepala rumah tangganya.
Siang
itu akupun menunggu, seusai pelajaran, rasa penasaranku kian mendorongku untuk
lebih lama menunggu, hingga seorang laki laki berperawakan kecil, kering dan
kurus menuju pintu, aneh ia begitu menarik hatiku, aku merasakan getaran luar
biasa ketika bertatapan mata dengannya.
Aku
belum mengantongi sebuah nama hingga dalam jangka waktu yang agak lama, siapa
ia?
Sebuah
warkop di depan masjid siderojo yang dibangun oleh Mbah Ndoro Hamzah kemudian
lambat laun memberikan jawabannya, Laki laki itu adalah anak macan yang
kekuasaannya cukup luas mulai dari sedan sendiri hingga menembus batas
kecamatan kragan, pamotan dan sale. sebelumnya aku tidak percaya jika beliau
adalah putra gurunya bapakku, beliau itu yang ternyata adalah Kyai 'Athoillah
bin Kyai Zawawi.
Sangat
mengagumkan, bagaimana seorang kyai yang sangat disegani seluruh kyai sesedan
itu bisa jagong santai di sebuah warung?
Bukan
hanya itu, ternyata beliau bertipe penyayang anak anak, hal ini saya ketahui
setelah saya ikut ngaji di langgarnya, beliau sapa duluan siapapun yang bertemu
dengan beliau, selalu tersenyum, energik, bersahaja.
Hobi
menjala ikan di sungai mungkin adalah warisan dari abahnya yang memang pada
masanya beliau jadikan alat untuk berdakwah, pun begitu dengan Mbah Ngatho'
ini, walaupun pengajiannya dihadiri oleh para santri seantero sedan, namun cara
bermasyarakatnya yang supel, suka bercanda, suka ngopi justru tidak menjadikan
beliau diremehkan masyarakat, malah sebaliknya, beliau dicintai, dihormati dan
disegani seluruh lapisan masyarakat.
Pada
zaman itu beliau adalah mufti tidak resmi di sedan, para kyai yang lain akan
menunggu, tidak berani memutuskan masalah agama, hanya Mbah 'Atho' yang layak
memutuskan dan jika beliau telah memutuskan, maka seluruh Kyai akan
mengikutinya, para kyai benar benar tahu kedudukan ilmu Mbah 'Atho', tentu saja
disamping beliau lahir dari seorang Kyai, Mbah Ndoro Hamzah adalah pengajar
utama pada saat itu.
Bukan
hanya mumpuni dibidang agama saja, yang terkenal beliau memiliki ilmu ilmu
hikmah yang dizamannya sulit mencari tandingannya.
Mbah
Kur adalah Guru Silat saya, beliau sangat mengakui kemampuan dan kesaktian Mbah
'Atho'
Dizaman
mudanya, beliau suka bermain bal balan, tidak jarang ketika bertanding Mbah
Ngato' mengeluarkan kesaktiannya, bola di tandu mletus, atau ketika adu tulang
betis dengan mabah Kur, bunga bunga api akan berpijar.
Taka
ada yang sanggup menandingi adu tulang betis dengan mbah ngatho kecuali mbah
kur, yang berani mengadu tulang betis dengan beliau hampir dipastikan akan
patah.
اريد ان اتعلم هناك
ReplyDelete