Sunday 19 October 2014

Akar Konflik Seputar Penentuan Awal Bulan dalam Islam

MENCABUT AKAR PERSELISIHAN UMAT
M. Akrom Adabi

Tinggal menghitung hari, seluruh umat muslim sedunia akan memasuki bulan suci Ramadlan, dimana umat muslim yang mukallaf akan menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Kewajiban pelaksanaan puasa bulan Ramadlan sendiri baru muncul pada tanggal 10 Sya’ban 18 bulan setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, yakni tahun kedua Hijriyah. Allah Swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” ( QS. Al-Baqarah : 183]
Di Indonesia sendiri, sebentar lagi ormas-ormas Islam dan beberapa lembaga akan menyibukkan diri dengan penentuan awal masuk dan akhir bulan Ramadlan. Yang menarik adalah hampir setiap edisi bulan Ramadlan,  negeri ini selalu diwarnai dengan perselisihan mengenai kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadlan. Belumlagii, penentuan berakhirnya bulan Ramadlan pun juga diperselisihkan. jadi tidak jarang kita menemukan ada penduduk di suatu daerah yang sudah merayakan hari raya terlebih dahulu dan hari besoknya baru penduduk lain yang merayakannya.
Indonesia dengan jumlah penduduk muslim 207.176.162 menjadikan. Negara ini sebagai negara berpenduduk Islam terbanyak di dunia dengan presentase 87 % dari keseluruhan penduduk Indonesia yang berjumlah 237.641.326 jiwa ( http://bps.go.id/ ). Hal ini di antaranya menjadikan  persoalan agama di Indonesia bisa jadi lebih rumit dan memerlukan perhatian besar. Perselisihan tentang awal dan akhir bulan Ramadlan sering membuat geger di masyarakat, hal ini menimbulkan keresahan dan ketidak harmonisan dalam beragama serta beribadah.
Penggunaan Metode
Dalam menentukan awal masuk suatu bulan dalam kalender hijriyah, kita mengenal istilah rukyat, istiktimal dan hisab. Rukyat ialah menentukan awal masuk suatu bulan dengan cara melihat bulan sabit ( hilal ) yang nampak pertama kali pada tanggal 30 kalender Hijriyah. Rukyat hanya bisa dilaksanakan pada waktu awal petang karena bulan sabit yang sangat tipis ini hanya terlihat pada waktu-waktu tersebut ditambah lagi intensitas cahayanya yang sangat redup. Nabi Bersabda :
 ” صُوْمُوْأ لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غَمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْلِمُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا"
Akrom Adabi - Akar Konflik Seputar Penentuan Awal Bulan dalam IslamArtinya :  “Berpuasalah kalian karena melihat hilal (bulan tanggal satu) dan berbukalah karena melihatnya. Dan jikalau tidak tampak lantaran langit tertutup awan maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban genap 30 hari.” (HR. Imam Bukhari ).
Dalam hadits di atas menjelaskan bahwa metode pertama dalam menentukan awal masuk bulan puasa ialah rukyat, namun apabila cuaca mendung atau buruk yang mengakibatkan hilal tidak mungkin untuk dilihat maka Nabi memberi jalan keluar dengan cara Istikmal yakni menyempurnakan bulan Sya’ban dengan 30 hari. Hilal sendiri menurut kesepakatan berbagai ormas Islam di Indonesia memiliki batasan, bulan tersebut harus memiliki tinggi minimal 2  derajat dan jarak antara bulan dan matahari adalah 3 derajat (http://kemenag.go.id ). Oleh karena itu, apabila posisi hilal kurang dari kriteria tersebut maka penentuan bulan dilarikan ke Istikmal.
Kemudian ada juga istilah metode Hisab. Hisab adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan, dengan menggunakan perhitungan secara matematis dan astronomis dalam menentukan posisi bulan untuk menentukan pergantian suatu bulan pada kalender Hijriyah. Penghitungan masuknya bulan lewat hisab ini juga sering disinggung oleh Al-Quran seperti dalam surat Yunus ayat 5 :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَاخَلَقَ اللهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya : “ Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. [ QS. Yunus : 5 ]
Memahami Akar Perselisihan
Dalam memahami beberapa dalil di atas ulama memang sempat berdebat tentang penggunaan hisab, namun mengenai penggunaan rukyat, mereka semua sepakat, dan rukyat adalah cara paling utama dalam menentukan awal masuk suatu bulan. Posisi hisab ini kemudian hanya sebagai alat bantu, dimana tugasnya adalah mengambil perkiraan dan perhitungan yang selanjutnya akan dibuktikan dengan rukyat itu sendiri. Jika menurut hisab tanggal 1 Ramadlan jatuh pada malam Rabu, namun ketika dirukyat tidak ada hilal yang terlihat pada malam tersebut, maka hisab tersebut gugur dan harus menggunakan istikmal.
Di Indonesia sendiri perbedaan awal masuk bulan Ramadlan secara umum dilatarbelakangi oleh perbedaan penggunaan metode dan hasil keputusan akhir dari metode. Pertama mengenai penggunaan metode, yakni metode mana yang lebih diunggulkan antara Rukyat dan Hisab, ada beberapa kelompok di Indonesia yang lebih mengedepankan hisab. namun kebetulan hisab yang mereka lakukan berbeda dengan penetapan resmi dari pemerintah sehingga mengakibatkan bedanya tanggal 1 bulan Ramadlan. Penetapan dan keputusan hasil akhir dari kelompok tertentu juga kadang berbeda, misalnya ada suatu kelompok yang menggunakan rukyat tapi rukyat yang mereka langsungkan menghasilkan ketetapan yang berbeda dengan pemerintah. Memang dalam pandangan Fiqh, seseorang yang sudah melihat hilal maka baginya wajib melaksanakan puasa, namun yang membuat hal ini masuk ke ranah perselisihan adalah karena hal yang seharusnya menjadi ranah pribadi ini justru digunakan resmi oleh ormas atau lembaga terkait, dengan mengeluarkan fatwa yang mengatasnamakan kelompok tersebut dan mengesampingkan keputusan pemerintah. Pemerintah sendiri dalam menentukan masuk awal bulan, menghimpun beberapa hasil dan pendapat dari seluruh elemen masyarakat, mulai dari ormas-ormas, tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga yang tersebar di seluruh Indonesia, dan hasil akhir diputuskan pada sidang isbat yang diikuti oleh banyak ulama.
Mengedepankan Keharmonisan
Terlepas dari metode apa yang kita gunakan, atau kelompok mana yang kita ikuti, ada baiknya, kita lebih bersikap dewasa dan dengan lapang dada mengikuti ketetapan pemerintah, terlebih  jika salah seorang dari kita merupakan orang yang berpengaruh di daerahnya atau membawahi sebuah komunitas besar. Sehingga perbedaan ini akan bisa teratasi dan keharmonisan dapat lebih terjaga, kegelisahan-kegelisan masyarakat luas pun dapat hilang. Pemerintah sendiri juga telah melakukan berbagai upaya penyatuan dan keharmonisan sebagaimana Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa seluruh umat islam di Indonesia wajib mentaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Sebesar apapun komunitas kita, setinggi apapun posisi kita, kita semua adalah warga Negara Indonesia yang wajib mengikuti keputusan-keputusan pemerintah, terlebih jika keputusan tersebut memilki arah tujuan yang sangat baik, alangkah baiknya sejenak kita melepaskan ego masing-masing individu atau kelompok, demi mengedepankan bulan Ramadlan yang lebih indah dan keharmonisan dalam beragama sehingga tidak perlu ada lagi perbedaan awal dan berakhirnya bulan Ramadlan. Bulan Ramadlan adalah bulan yang indah, maka akan lebih indah jika kita mengindahkannya.

Sarang, 21 Juni 2014

M. Akrom Adabi


  • Blogger Comments

0 comments:

Post a Comment

Top