Sunday, 9 June 2013

biografi perjalanan hiudp GUS BAHA' (lulusan pesntren al-anwar)

Al Mufassir Al Faqih Asy Syaikh AHMAD BAHAUDDIN NURSALIM An Narukani

biografi perjalanan hiudp GUS BAHA' (lulusan pesntren al-anwar)

Pernah pada sebuah kesempatan, Prof.Quraisy Syihab berkata,"sulit ditemukan orang yg sangat memahami dan hafal detail-detail Al Qur'an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur'an seperti pak Baha'...".

Gus Baha', demikian beliau akrab dipanggil oleh santri-santrinya, adalah putra seorang Ulama' Ahli Al Qur'an, KH.Nursalim al Hafizh dari Desa Narukan Kragan Rembang, sebuah desa di pesisir utara pulau Jawa. KH.Nursalim adalah murid dari KH.Arwani al Hafizh, Kudus, dan KH.Abdullah Salam al Hafizh,Pati. Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah, terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke empat kini, merupakan Ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal. Silsilah keluarga dari garis Ibu beliau, merupakan silsilah keluarga besar ulama' Lasem, Bani mbah Abdurrahman Basyaiban atau mbah Sambu, yang pesareannya di area Masjid Jami' Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.



Pendidikan Beliau

Gus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan al Qur'an di bawah asuhan langsung ayahnya.Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan hafalan al Qur'an beserta qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid mbah Arwani mengetrapkan ketetatan dalam tajwid dan makhorijul huruf (GB,Feb '13). Menginjak usia remaja, Kyai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH.Maimoen Zubair, di PP.Al Anwar Karangmangu Sarang Rembang, sekitar 10 Km arah timur Narukan.Di Al Anwar inilah beliau sangat terlihat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih,Hadits,dan Tafsir.Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu'in, dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan PP.Al Anwar. Saat mondok di Al Anwar ini pula, beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim, lengkap dengan matan,rowi dan sanadnya.Selain Shohih Muslim, beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika Arab seperti Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik. Menurut sebuah riwayat, dari sekian banyak hafalan beliau tersebut menjadikan beliau santri pertama al Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak di Era beliau. Bahkan, tiap-tiap musyawaroh yang akan beliau ikuti, akan serta merta ditolak oleh kawan-kawannya, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya, karena kedalaman ilmu,keluasan wawasan, dan banyaknya hafalan. Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga sosok santri yang dekat dengan Kyainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi Guru beliau, Syaikhina Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan, mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama'-ulama' besar yang berkunjung ke Al Anwar.Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair. Pernah pada suatu ketika, beliau dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina.Karena sangking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhinapun terharu dan ngendikan,"iyo Ha', koe pancen cerdas tenan...".Selain itu, Gus Baha' juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh tentang profil santri ideal di berbagai kesempatan,"santri tenan iku yo koyo Baha' iku.." begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina yg riwayatnya sampai kepada penulis.

Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh Pesantren warisan ayahnya sekarang, hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni Pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan, dan PP.Al Anwar Karangmangu. Pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada beliau untuk mondok di Rushoifah atau Yaman, namun beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya,Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah,PP.Al Anwar,dan Pesantrennya sendiri,LP3IA.

Kepribadian Beliau


Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiyahnya di Sarang, beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Ada cerita menarik saat beliau menikah. Diriwayatkan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangan beliau hingga kini. Beliau utarakan, bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yg galmour, dan bahkan sangat sederhana. Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebuat, tentu maksud beliau "agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari".Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakn "klop", alias sami mawon kalih kulo. Kesederhanaan beliau ini dibuktikan saat beliau berangkat menuju Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yg telah ditentukan waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi, berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun hal tersebut merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. Apakah keluarga beliau miskin, hingga harus hidup dengan sederhana? Sama sekali tidak! Dari silsilah keluarga beliau dari pihak ibu, atau lebih tepatnya lingkungan keluarga di mana beliau diasuh semenjak kecil, tiada satu keluargapun yang miskin. Bahkan kakek beliau dari jalur ibu,merupakan seorang juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis, mengapa beliau lebih memilih hidup sederhana, beliau nyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat sejak zaman leluhurnya.Bahkan salah satu wasiat dari ayah beliau, agar beliau menghindari keinginan untuk menjadi "manusia mulya" dari pandangan keumuman makhluk, atau lingkungannya. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan warna kehidupan beliau sehari-hari.Semenjak setelah menikah, beliau mencoba hidup mandiri dengan keluarga baru beliau. Beliau tinggal dan menetap di Yogyakarta semenjak 2003. Selama di Yogyakarta, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain.Semenjak beliau hijrah ke Yogyakarta, banyak dari santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan induknya. Hingga pada akhirnya mereka menyusul beliau ke Yogyakarta, dan urunan untuk menyewa rumah di dekat beliau, tiada tujuan lain, selain untuk tetap dapat ngaji kepada beliau. Terhitung ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin al Anwar maupun MGS yang ikut beliau ke Yogyakarta saat itu. Saat di Yogyakarta inilah kemudian banyak masyarakat sekitar beliau yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau. Hingga pada tahun 2005, ayah beliau, KH.Nursalim jatuh sakit, dan beliau pulang sementara waktu untuk turut merawat beliau bersama ke empat saudaranya yang lain. Namun siapa sangka, semenjak saat itu dan setelah beberpa bulan kemudian Kyai Nursalim kapundut, Gus Baha' tidak dapat lagi meneruskan perjuangannya di Yogyakarta sebab beliau diamanahi oelh ayah beliau untuk melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan. Banyak yang merasa kehilangan atas keputusan beliau ini, hingga pada akhirnya para santri beliaupun sowan dan meminta beliau kerso kembali ke Jogja. Hingga pada gilirannya beliau bersedia,namun hanya 1 bulan sekali dan hal itu berjalan hingga kini. Selain mengasuh pengajian, beliau juga mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir al Qur'an Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Reputasi Keilmuan Beliau
Selain Yogyakarta, beliau juga diminta untuk mengasuh pengajian Tafsir al Qur'an di Bojonegoro Jawa Timur. Jika Jogja di minggu terakhir, maka Bojonegoro di minggu kedua tiap bulannya. Hal ini beliau jalani secara rutin dari 2006 hingga kini.
Di UII, beliau merupakan ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Bersama timnya yang terdiri dari para Profesor, Doktor, dan ahli-ahli al Qur'an dari seantero Indonesia, seperti Prof.Dr.Quraisy Syihab, Prof.Zaini Dahlan, Prof.Shohib, dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yg lain. Hingga suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagad Tafsir al Qur'an di Indonesia, beliau termasuk pendatang baru, dan sama sekali satu-satunya anggota dari jajaran dewan tafsir nasional yg berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar.Meskipun demikian, ke'aliman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli Tafsir Nasional. Hingga suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof.Quraisy bahwa kedudukan beliau di dewan tafsir nasional selain sebagai "Mufassir" namun juga sebagai "Mufassir Faqih", karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam al Qur'an. Setiap kali lajnah "menggarap" tafsir dan mushaf al Qur'an, posisi beliau selalu di 2 keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti angota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an, yang mempunyai tugas khusus menguari kandungan Fiqh dalam ayat-ayat ahkam al Qur'an.
  • Blogger Comments

0 comments:

Post a Comment

Top